1.
Hukum Khitbah
dalam Surah Al-Baqarah 235
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي
أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا
عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu
berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS
Al-Baqarah 235)[1]
a.
Penafsiran
kata-kata sulit
ا لخطبة – Al-Khitbah : meminta wanita untuk dijadikan istri dengan cara
yag lazim dilakukan
الا كنا ن ِفى ا لنّفس :
Menyimpan nat dalm hati hendak mengawini wanita yang tertalak (janda) setelahselesai
iddahnya
قَوْلا مَعْرُوفً - nasehat
yang baik berkenan dengan pergaulan suami istri, kelapangan dada diantara
keduanya danlain sebagainya
ا عتز مه – antara bertekad bulat bulat untuk melaksanakannya[2]
b.
Asbabun
Nuzul
Penulis telah mencari ke berbagai sumber mengenai Asbabun Nuzul
Surah Al-Baqarah 235 ini, namun tidak ditemukan untuk ayat 235-237.
c.
Hukum
yang terkandung dalam Surah Al-Baqarah 235
Tidak ada kesempitan serta tidak dosa bagi seseorang yang
memberi sindiran atau isyarat kepada
seorang perempuan yang sedang manjlanai masa iddah dengan maksud ingin
mrngawininya [3].
Dalam ayat ini Allah menuntun setiap muslim supaya dapat menahan luapan syahwatnya.
Jika ia menginginkan wanita yang sedang menjalani iddah, ia boleh meminangnya
secara tidak terang-terngan , yakni dengan kata-kata sindiran yang baik.
Ini
merupakan hukum bagi wanita-wanita yang dalam iddah, baik karena kematian suami
atau perceraian talak ketiga dalam kehidupan, yaitu diharamkan bagi selain
suami yang telah mentalak tiga untuk menyatakan secara jelas keinginannya untuk
meminangnya, itulah yang dimaksudkan dalam ayat, [ وَلكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا] “dalam
pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia”.
Adapun
sindiran Allah Ta’ala telah meniadakan dosa padanya. Perbedaan antara kedua hal
itu adalah bahwa pengakuan yang jelas tidaklah mengandung makna kecuali
pernikahan, oleh karena itu diharamkan, karena dikhawatirkan wanita itu
mempercepat dan membuat kebohongan tentang selesainya masa iddahnya karena
dorongan keinginan menikah. Disini terdapat indikasi tentang dilarangnya
sarana-sarana (yang mengantarkan) kepada hal yang diharamkan, dan menunaikan
hak untuk suami pertama adalah dengan tidak mengadakan perjanjian dengan selain
dirinya selama masa iddahnya.
Ta’aridh(sindiran) ialah perkataan pada wanita” Aku ingin kawin
dan aku ingin wanita yang sifatnya seperti ini”. Atau kalimat “ semoga Allah menjodohan
aku dengan wanita yang baik dan salehah.[4]
Demikian pula terhadap wanita yang ditalak tiga, yakni boleh
melamarnya dengan menggunakan sindiran. Adapun wanita yang ditalak raj’i (yang
masih dapat kembali keapda suaminya)
tidak boleh dipinang sebelum selesai iddahnya, walaupun dengan sindiran.
Demikian pula Allah memberikan kemurahan kepada kalian mengugkapkan
perasaan yang terpendam, dalam hati
kalian terhadap diri mereka. Allah memahami bahwa kalian tidak akan membendung
perasaan semacam ini, sebab cepat atau lambat kalia pasti akan mengatakannya.
Untuk itulah Allah berfirman
عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ
سَتَذْكُرُونَهُنَّ
Allah mengetahui apa yang kalian simpan didalam hati kalian, dan
kalian merasa berat menyimpannya untuk tidak mengatakannya. Oleh karea itu, ia
memberi kemurahan kepada kalian untuk mengungkapkannya, tetapi tidak dengan
cara terang-terangan. Dan janganlah kalian menyimpang dari garis-garis
kemurahan yang trelah Allah berikan kepada kalian dalam masalah ini.[5]
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari abdur rahman bin
Sulaiman dari bibinya (Sukainah binti Hadlalah), ia berkata :
دخل علي أبو جعفر محمد بن
علي وأنا فى عدتى , فقال : أنا من علمت قرابتى من رسول الله ص م و حق جدى على
وقدمى فى الاسلام. فقلت : غفر الله لك يا أبا جعفر, أتخطبنى فى عدتى وانت يؤجذ عنك
؟ فقا ل : أوقد فعلت ؟ أنا أخبرتك بقرا بتى من رسول الله ص م وموضعى , دخل رسول
الله ص م على أم سلامة حين توفى عنها زوجها (أبو سلامة) فلم يزل رسول الله ص م
يذكر لها منزلته من الله , وهو متحامل على يده حتى أثر الحصير فى يده فما كانت تلك
خطبة.
“Abu Ja’far, Muhammad bin Ali pernah masuk ke
rumahku, disaat aku masih dalam ‘iddah, lalu ia berkata : Aku ingin orang yang
engkau tahu betul akan kekerabatanku dengan Rasulullah SAW dan hak nenekku Ali
serta jejakku dalam Islam, lalu aku berkata : Semoga Allah mengampuni, hai Abu
Ja’far, apakah engkau hendak meminangku padahal aku masih dalam iddah dan
apakah engkau mau disiksa ? Abu Ja’far menjawab : Apa aku sudah berbuat ? aku
kan hanya memberitahumu akan kekerabatanku dengan Rasulullah SAW serta
kedudukanku (dalam keluarga ). Bukankah Rasulullah juga pernah masuk ke rumah
Ummu Salamah ketika Abu Salamah meninggal dunia, dan Rasulullah SAW sendiri
terus menerus menyebut- nyebutkan kepadanya akan kedudukannya di sisi Allah,
sedangkan dia bertanggung jawab atas dirinya, sehingga bekas tikar melekat pada
dirinya, namun yang demikian itu tidak dinamakan meminang.[6]
Para ulama sepakat, bahwa tidak sah nikah (akad) yang dilakkan
dimasa iddah , hingga selesai masa iddahnya.tetapin para ulama berselisih
pendapat mengenai wanita ang dinikahi hingga ia disetubuhi, apakah suami istri
itu harus dipisahkan? Kemudian apakah boleh kembli mengawininya atau tidak?
Jumhur ulama berpendapat, bahwa setelah keduanya dipisahkan, maka
si suami bolh meminang dan mengawininya setelah selesai iddahnya. Sedangkan
Imam Malik berpendapat, sesudah keduannya dipisahkan tetap haram buat
selamanya. Sebab, ia telah melanggar dengn masa yang ditentuksn Allah, sehingga
ia dihukum dengan hal yangberlawanan dengan keinginannya, sama dengan pembunuh
ang tidak bisa menerima waris dari si terbunuh.
Karena itu, Allah menutup ayat ini dengan peringata “Dan
ketahuilah, bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada didalam hati kalian, Maka
takutlah kepada-Nya.
Tetapi disamping itu Allah Maha Pengampun bagi hamba-Nya yang
bertaubat setelah terlanjur berbuat pelanggaran dan Allah itu sabar, tidak
keburu menyiksa orang yang berbuat pelanggaran bukan siksa Nya ditangguhkan
kalau-kalau dia meminta ampun.[7]
Perempuan. Dalam kedudukan hukum pinangan ini,
ada 3 macam :
a)
Perempuan yang boleh
dipinang dengan terang- terangan dan dengan sindiran, yaitu perempuan yang
masih single dan bukan dalam ‘iddah. Sebab bila ia itu boleh dikawin sudah
barang tentu boleh juga dipinang.
b)
Perempuan yang tidak
boleh dipinang, baik dengan terang- terangan maupun dengan sindiran. Yaitu:
perempuan yang masih mempunyai suami, sebab meminang perempuan dalam keadaan demikian
itu, berarti merusak hubungan suami istri dan hukumnya haram. Begitu pula
perempuan yang ditalak raj’i yang masih dalam ‘iddah. Dia itu dihukumi sebagai
perempuan yang masih dalam perkawinan.
c)
Perempuan yang boleh
dipinang secara sindiran, tidak boleh dengan terang- terangan. Yaitu, perempuan
yang ditinggal mati suami yang masih dalam ‘iddah, seperti yang diisyaratkan al
Qur’an:”Dan tidak ada dosa atas kamu meminang perempuan itu dengan sindiran”.
Termasuk perempuan yang ditalak tiga. Dalil bagi terlarangnya peminangan ini
ialah seperti yang dikatakan Imam Syafi’i:”Dikhususkannya dengan tidak berdosa
peminangan secara sindiran itu, menunjukkan bahwa peminangan dengan
terang-terangan adalah sebaliknya.” Ini disebut mafhum mukholafah.[8]
2.
Hak
mahar istri dalam surah Al-baqarah 236-237
Mahar atau
maskawin yang dalam kitab-kitab fiqh klasik disebut juga dengan shadaq, nihlah,
faridlah, ‘aliqah, ‘iqar atau ajr adalah harta yang diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau
keluarganya) pada saat akad pernikahan
لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ
طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً
وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا
بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ(236) وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا
فَرَضْتُمْ إِلا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ
النِّكَاحِ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلا تَنْسَوُا الْفَضْلَ
بَيْنَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ(237)
(236)Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu
menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut-ah (pemberian) kepada
mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut
kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu
merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan
(237) Jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh
orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada
takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan
a.
Penafsiran
kata-kata sulit
الجُنَا ح – yang dimaksud disini adalah tanggung jawab atau beban.
Seperti membayar mahar dan lain sebagainya.
الفَرِيضَة-mahar
- الْمُوسِع Yang mempunyai keluasan harta atau pangkat, dan kekayaan.
الْمُحْسِنِينَ –orang-orang yang memerlakukan wanita-wanita yang ditalak secara
baik-baik.[9]
b.
Penjelasan
umum
Dalam
ayat ini (surah Al-Baqarah 236) Allah mengizinkan talak sesudah akad sebelum
bersetubuh, bahkan sebelum ditetapkan maharnya, karena itulah Allah menyuruh
memberi hiburan menurut kemampuan suami. sedangkan dalam ayat ini menunjukan
kekhususan mut’ah ( hiburan) yang tersebut dalam ayat sebelumnya.
c.
Hukum
yang terdapat dalam surah Al-Baqarah 236-237
لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ
تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً
Kalian tidak diwajibkan membayar sesuatu baik berupa mahar atau
sebagainya ketika mentalak istri-istri kalian sebelum kalian menggauli mereka
dan sebelum kalian menetapkan mahar untuk mereka, karena itulah Allah menyuruh
memberi hiburan (mut’ah)menurut kemampuan suami. jika
kalian telah menggauli mereka, maka wajib bagi kalian membayar mahar selengkapnya
sesuai ketentuan mahar yang kalian putuskan. Atau jika belum menentukan mahar
atas mereka, maka kalian wajib membayar mahar yang pantas bagi mereka. Apabila
kalian telah menjatuhkan talak sebelum kalian menggauli mereka sedangkan kalian
telah menentukan mahar untu mereka, maka kalian wajib membayar setengah dari
apa yang telah kalian tentukan[10].
Hukum ini berlaku pula pada kebiasaan yang berlaku dizaman
sekarang, yaitu membayar mahar secara tunai pada saat akad nikah dilaksanakan. apabila
salah sorang dari kedua suami istri meninggal sebelum terjadinya persetubuhan,
maka mahar sepenuhnya wajib untuk istri jika meninggalkan suaminya, atau bagi
ahli waris sang istri jika yang meninggal istrinya. Sebab kematian mempunyai
keduduan hukum yang sama dengan terjadinya persetubuhan, yaitu mewajibkan
pembayaran mahar sepenuhnya jika mahar tersebut wajib dibayarkan menurut ukuran
yang pantas.
إِلا أَنْ يَعْفُونَ-
Kecuali jika istri yang ditalak memaafkan suaminya dengan tidak
mengambil separuh atau sebagian dari mahar. Misalnya jika ia mengatakan ,” Aku
belum pernah melihatnya, apalagi melayaninya,
ia pun belum pernah bersenang-senang denganku. Bagaimana aku harus mengambil
sesuatu darinya?” tatkala istri yang ditalak mengaku demikian, maka gugurlah
kewajiban membayar mahar bagi suaminya. Adapun hak mengguggurkan mahar hanyalah
bagi wanita yang telah dewasa.
Kesimpulan
Jadi, dalam islam Tidak ada kesempitan serta tidak dosa bagi
seseorang yang memberi sindiran atau
isyarat kepada seorang perempuan yang sedang manjlanai masa iddah dengan maksud
ingin mrngawininya. Dalam ayat ini Allah menuntun setiap muslim supaya dapat
menahan luapan syahwatnya. Jika ia menginginkan wanita yang sedang menjalani
iddah, ia boleh meminangnya secara tidak terang-terngan , yakni dengan
kata-kata sindiran yang baik.
Dan Kalian tidak diwajibkan membayar sesuatu baik berupa mahar
atau sebagainya ketuika mentalak istri-istri kalian sebelum kalian menggauli
mereka dan sebelum kalian menetapkan mahar untuk mereka, karena itulah Allah
menyuruh memberi hiburan (mut’ah)menurut kemampuan suami. jika kalian telah menggauli mereka, maka
wajib bagi kalian membayar mahar selengkapnya sesuai ketentuan mahar yang
kalian putuskan. Atau jika belum menentukan mahar atas mereka, maka kalian
wajib membayar mahar yang pantas bagi mereka. Apabila kalian telah menjatuhkan
talak sebelum kalian menggauli mereka sedangkan kalian telah menentukan mahar
untu mereka, maka kalian wajib membayar setengah dari apa yang telah kalian
tentukan
[1]
Al-Quran
[2]
Ahmad Mustafa Al-Faraghi Tafsir Al-Maraghi jilid 2, hal 327
[3]
Ibid, 332
[4] Terjemah singkat Ibnu Katsier Jilid 1, 467
[5]
Tafsir AL-Maraghi jlid 2, 333
[6]
http://ladydeeana91.blogspot.com/2012/04/tafsir-khithbah-dan-mahar.html
[7]
Tafsir Ibnu Katsier jilid 1, 469
[8]
http://ladydeeana91.blogspot.com/2012/04/tafsir-khithbah-dan-mahar.html
[9]
Tafsir Al-maraghi jilid 2, 336
[10]
Ibid, 337
Komentar
Posting Komentar