Jari-jemariku seperti sudah tak sabar untuk memulai menulis
pagi ini, padahal sudah dipastikan, tugas ilmiah dari kampus sudah mengantri
untuk diselesaikan. Kitab-kitab tafsir seolah tak berhenti memanggil,ditemani panas kota jambi yang membara, ia tak kenal
kompromi, jika aku sudah mendapatkan ide atau sebuah kalimat yang bagus, tak
mengenal waktu ia akan mencari kertas dan pena, atau segera mengetuk kamar
microsoft word yang baru beristirahat setelah semalaman aku paksa menemaniku
begadang menyelesaikan tugas.
Aku selalu terbawa euforia mimpi-mimpiku, setiap kesempatan
yang kupunyai, aku selalu berusaha melihat-lihat negeri impianku, meski hanya
lewat dunia maya, itu sangat menyenangkan. Semua ini bermula saat aku membaca
Novel Andrea hirata yang berjudul Edensor. Setelah itu, aku seperti menciptakan
“Edensor’ ku sendiri, dalam mozaik-mozaik waktu yang tak pernah berhenti
menunjukan betapa indahnya bermimpi dan berusaha mewujudkannya. Jika tak
mengenal impian, mungkin aku tak akan pernah berniat suatu saat dapat
berhalaqah dimasjid di kota Alexandria
atau kairo yang begitu ramai oleh orang-orang yang menghapal Al-Qur’an, yang
hanya bisa kulihat keindahannya dari gambar.
Deruan pasir sahara seolah mengundang candu untuk
mengunjunginya, bunga-bunga tulip di belanda seolah menari-nari dalam kepalaku,anggunnya
menara eiffel di kota paris, dan trafalgar square di inggris menarikku dengan
paksa, agar segera mengunjunginya. Jauh, jauh sekali aku dengan negeri-negeri
mimpi itu,tapi bukankah tiada yang dapat menghalangi orang-orang yang sabar
dalam berusaha? Kalimat itu selalu terngiang dalam kepalaku. Bersabar
menghadapi ujian akhir semeter, memutar otak agar dapat lulus 7 semester, dan
berburu tiket untuk mendapatkan bangku kuliah di negeri-negeri impian itu.
Seperti jalan pulang
kerumah yan menanjak, ditemani terik matahari dan perut yang lapar, tak ada
pilihan lain keculai terus memaksa kaki untuk terus berjalan menuju rumah,
menuju impian, begitulah gambarannya.
Edensor sudah menjadi negeri tersendiri dalam otakku. ia
jelas tak nyata, tapi mengundangku untuk menjadikannya nyata. Jika ditanya, apa
yang membuatku begitu menginginkan untuk mengunjungi al-azhar nun jauh disana? Jawabnya
tak panjang, aku, ingin sekali menjenguk islam langsung ke peradabannya
bermula, tak hanya itu, aku juga ingin menjenguk saudara-saudara muslim di
eropa dan palestina. Melihat anak-anak kecil di palestina yang mengahapal
Al-qur’an, melihat mahasiswa-mahasiswa Al-azhar yang selalu membawa kitab dan
mengulang hapalannya, membuatku terus berusaha untuk sesegera mungkin, berlari
mewujudkanya.
Kini, aku berserah pada yang kuasa, setiap mimpi yang telah
di usahakan, pasti akan menemukan jalannya sendiri, tugas kita hanyalah,
bekerja keras dan belajar keras, dan mulailah untuk berkarya, karna Tuhan akan
mengubah nasib orang-orang yang berkarya, begitulah guruku mengisahkan.
Kejarlah pelangimu, Sampai ke ujung dunia
-andrea hirata-
Komentar
Posting Komentar