Pagi
itu aku sedikit berlari menuju kelas, karena hari ini ada ujian semester utuk
mata kuliah Sejarah Al-Quran, entah mengapa, langkahku agak gontai ketika aku
menaiki tangga menuju kelasku yang berada di lantai 2. Bukan berarti aku tak
siap menghadapi ujian kali ini, namun, setiap kali ujian datang itu berarti
waktu liburan yang semakin dekat, itu artinya aku tak bisa sering-sering
berkumpul bersama teman-teman di kampus.
Ternyata
kelas masih sepi, hanya ada beberapa teman yang sudah datang dan asyik dengan
laptop dan gadget mereka masing-masing. Tiba-tiba sebuah benda kecil menarik
perhatianku, sebuah buku yang dijanjikan akan menjadi hadiah bagi tulisan
terbaik pada perlombaan menulis’kilat’ ketika ada pelatihan karya tulis ilmiah
di fakultasku. Mataku berbinar melihat buku itu, karya dari dosen ku sendiri.
“
siapa yang bawa ni” sambil memegang buku itu yang terletak di atas meja
“
aku” sahut temanku sakti
“serius??”kok
bisa? Antum kan gak ikut lomba nulis itu,
“aii,
jangan ngejek gitu nisa, aku ikut juga kemarin tu”
“gak,
mana mungkin antum ikut, gak masuk dalam daftar’ celetukku yang makin
penasaran.
Gak
ah, maulana yang bawa..”
Mana
dia, emang dia yang menang?
Gak
mungkin,,,kataku bernada kecewa..
Aku
masih membolak –balik buku yang berjudul ‘berfikir dan bertindak positif ala
Rasulullah ‘ yang merupakan karya salah satu dosen favoritku. Masih dengan rasa
tak percaya berkali-kali aku bertanya pada teman-temanku yang malah membuat
geram mereka dan justru menbuat aku semakin yakin bahwa aku adalah pemenang
dari lomba itu.
Tak
lama kemudian temanku yang membawa buku itu, maulana, datang, kontan saja aku
langsung membrondolnya dengan pertanyaan-pertanyaan siapa yang membawa buku itu
kekampus dan siapa yang memenangkan perlombaan itu.
“
antum menang ya” nadaku sinis.
“iyo,
tu dapat buku”
Serius??”
tanyaku tak percaya
“
aku kan baik, niih, ambilah buku ni untuk anti..selorohnya
“aii
serius la oyy, aku kan yang menang??
“
gak,, ambilah buku tu, aku kasih kemenangan aku untuk antum..
‘aku
tanya ustad Masyan ya?
“gak..gak..anti
yang menang, ustadz kemarin nitip ama aku..”
Serasa
tak percaya, aku pun berlonjak kegirangan dan bertanya bertubi-tubi kepada
mereka,
“serius??”
Serius?””
Hingga
aku sendiri lupa berapa kali aku bertanya pada teman-temanku, aku lupa bahwa sebentar lagi akan di adakan
ujian semester, aku masih kegirangan.
***
Aku
masih dengan euforia mendapatkan buku baru, entah mengapa, setiap kali
mendapatkan doorprise atau hadiah sebuah buku, aku selalu senang, bahkan lebih senang
daripada mendapatkan uang dari orang tuaku. Buku seperti memiliki daya hisap
magic, yang dengan melihat covernya saja telah membuat aku deg..deggan seperti
melihat lelaki paling perfect, padahal itu hanya sebuah buku. Buku juga yang
mampu mengalihkan perhatianku dari rutinitasku, bila mendapatkan buku baru, aku
siap mengcancel agenda-agendaku yang tidak terlalu penting atau
memangkas waktu mencuciku demi cepat selesainya aku membaca dan segera
mengetahui isi dari buku itu, seperti hari ini sebuah buku mampu membuat aku
lupa dengan tegangnya ujian semester.
Sebuah
pelajaran berharga kupetik hari ini, di balik senyum bahagia mendapat buku
baru, ternyata Allah tak melupakanku. Dia bahkan mengabulkan impianku yang
hanya kutulis dalam ingatanku : niat. Impian yang biasanya ku tulis dalam dream
wall di kamarku, hanya ku pahat di niat, karena semua terjadi dalam waktu yang
begitu cepat, pagi lomba menulis, sore pengumuman. Aku menjadi malu pada diriku
sendiri, Allah saja berkenan mengabulkan impianku yang hanya ku niatkan, tapi
tetap dengan usaha maksimal yang aku lakukan.
Aku
berjalan dengan semangat hari itu,entah mengapa aku sudah yakin dengan hasil
ujian yang akan kulalui hari ini. Sebuah perasaan..yang jika di bayangkan,
sungguh tak mampu dikomunikasikan dengan bahasa manusiayang serba terbatas
ini..
Rasa,
ketika seorang yang namanya selalu kita sebut dalam rukuk dan sujud kita dalam
tahajud dan ibadah kita,berkenan memngabulkan keinginan kita. Melepaskan rasa
penantian yang perasaan itu bukan kau sendiri yang merasakannya kawan..
Buku
juga terkadang membuat ibu marah kepadaku, karena bila aku sudah mendapatkan
buku baru, aku dapatmenghabiska waktu berjam-jam dikamar, sehingga akan membuat
adiku yang kecil menangis karena tidak adateman bermain, karena itulah ibu akan
berteriak-teriak memanggil namaku dan menyuruhku bermain dengan adikku dan
meninggalkan buku bacaan yang belum selesai aku baca.
***
Malam ini, aku
kembali bergelut dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk,oleh-oleh pulang
kuliah yang selalu diberikan oleh dosen-dosen yang mulia.. Perasaan kami
berbeda-beda setiap menerima oleh-oleh ini, ada yang senang minta ampun karena
punya alasan untuk bolak-balik ke perpustakaan setiap hari, atau ada juga yang
kecewa karena jadwal pulang kampung harus di”cancel” karena tugas yang menuntut
diselesaikan.
Tapi, rasanya kal
ini berbeda aku harus menyelesaikan resume mata kuliah ‘sejarah peradaan
islam’, dengan jurusan kuliahku sekarang di tafsir hadist, ini bukanlah sebuah
hal yang baru.
Rasanya,,pikiranku
dipaksa utuk mengikuti jalan yang telah disediakan Raja-Raja &Sulthan yang
memimpin di 3 kerajaaan besar didunia islam. Syafawi di Persia, Turki ustmani Di
Istanbul, dan Mughal di India.
Aku merasa
terhormat, di ajak berkeliling oleh para raja-sulthan ini. Seperti oleh Muhammad Mirza (anak sulung dari Shah Thamasp)
yang dijuluki dengan Shah Muhammad Khuda Bandah yang dalam masa pemerintahannya
ilmu politik & ekonomi berkembang secara pesat, dan dia juga berhasil
membangun cahel sulthun dengan 40 pilar yang kuat tempat kerajaan
Syafawi.
Atau, sang Raja
dari Turki ustmani di Istanbul, Murad I yang berhasil menaklukkan banyak daerah
seperti Adrionopol, Masedonia, Bulgaria, Serbia dan Asia Kecil. Namun yang
paling monumental adalah penaklukkan di Kosovo (1389 M) sehingga daerah
tersebut selama lima ratus tahun dikuasai oleh pemerintahan Turki Usmani.
Walaupun banyak menghadapi peperangan Sultan Murad I tidak pernah terkalahkan,
sehingga ia dijuluki Alexander pada Abad pertengahan
Sungguh,
perjalanan yang singkat namun berkesan, mereka berkarya, untuk islam..
Cintai
sejarahmu, mulialah negerimu..
***
Membelah
keramaian, memecah semangat agar keluar dari cangkangnya, mementikan api
semangat yang siap untuk aku pakai hari
ini, ada sebuah sensasi yang berbeda, setiap aku memulai pagi dengan membaca
harapan-harapan yang telah kutulis, ada sebuah pertanyaan yang menodongku,
kapan impian itu akan kau wujudkan, masihkah ada waktu untukmu berleha-leha
hari ini, tapi itu tidak sering bertahan, rasa malas selalu saja punya alasan
untuk menghampiriku.
Pagi
ini, aku harus mengeluarkan tenaga ekstra, karena biasanya aku berangkat
menaiki sepeda motor kesayangan ayahku, harus naik angkot karena motor itu akan
dipakai ayahku untuk bekerja kekebun. Dengan semangat aku ayunkan kaki untuk
mencari angkot jurusan Terminal Baru, ya, setelah menaiki angkot kuning itu, aku
berhenti di simpang tiga sebelum kampusku yang di Telanai, setelah itu aku melanjutkan perjalananku dengan menaiki bus
KPN[1]
sampai ke kampus IAIN di mendalo. Aku
mematut-matut jam di hp ku, har ini kau pergi sangat terlambat dari
biasannya.
“
ah,,,itu dia busnya,
“uda,
masih bisa naik?” terlihat anggukan kecil dari sang supir KPN. Aku pun bergegas
menaiki KPN itu dan mencari bangku
kosong, tapi ternyata semua bangku telah terisi penuh, bahkan sudah ada
beberapa yang berdiri,
‘yahh,
harus berdiri, tak apa lah’ hatiku membatin.
Ya,
dikampus ini kami memang memanggil semua Supir Bus KPN dengan sebutan Uda, ntah
karena takdir atau apa, semua supir bus KPN di kampusku adalah orang Padang,
yang berusia rata-rata 40 tahun keatas. Diatas KPN tua ini aku memutar kembali
ingatanku ketika masa-masa awal kuliah dulu. Dikelas kami yang berjumlah empat
belas orang, hampir separo dari kami memanfaatkan KPN sebagai alat transportasi
kami menuju kampus. Sebagian dari kami yang naik KPN karena tinggal di ma’had[2]
yang tidak memperbolehkan santrinya mebawa kendaraan dan sebagian laginya
termasuk aku karena kami tidak bisa membaba kendaraan sendiri, tapi sudah
beberapa bulan ini aku sudah berani membawa motor ke kampus. Aku, fathiya, Khatimah,
satria, afit, dan Rahman. Kamilah yang
setia menaiki KPN dari kelas. Biasanya sepulang kuliah, Fakultas kami yang
kira-kira berjarak 70 meter dari perpustakaan tempat KPN mangkal harus berjalan
kaki dalam panasnya matahari, walaupun kampus kami seperti hutan Akasia, hawa
sejuk hanya bisa dirasakan ketika musin huja tiba. Dalam perjalanan yang letih
karena panasnya matahari kami senang bercerita, menguapkan impian kami melambai
kesejukan pada panasnya matahari. Mensyukuri nikmat persaudaraan ini, sungguh,
aku tak pernah menyangka dapat berteman dengan teman-teman yang berbeda latar
belakang, ada yang dari pelosok nunjauh di peadalaman jambi yang aku baru kali
itu mendengar namanya, atau yang sudah 6 tahun mondok dipesantren menghapal
Al-qur’an dan aku sendiri, yang berasal dari sekolah umum. Niat yang kubesrakan
dalam hati ini adalah terimakasih kepada Allah, karena indahnya bersaudara
dalam latar belakang yang berbeda ini, entahlah dengan mereka, walau sulit untuk
aku menerjemahkan, aku yakin merekapun memilki perasaan yang sama denganku.
Mungkin
karena lapar, pembicaraan yang kami obrolkan makin tidak masuk akal. Seperti
rahman yang bercita-cita jika ia nanti menjadi Rektor, ia akan membuat
ekskalator yang akan menghubungkan setiap Fakultas agar mereka yang Naik KPN
tidak perlu capai-capai jalan kaki panas-panasan ditambah lapar ketika pulang.
‘kalau
antum jadi rektor, ana yang jadi pembantu rektor 3 ya, biar ana benahi sistem
demokrasi mahasiswa disini’. Kataku sekenanya disambut temanku yang lain yang
memperhatika pembicaraan kami.
‘ana
nak jadi pembantu dekan aja, gak perlu tinggi-tingi.
Ntar
di ushuluddin ana akan buka mall, untuk memudahkan mahasiswa, dan ana yakin itu
akan menjadi yang pertama...
‘huuuu’
belanja aja pikiran antum..
‘jiaah’...buka
MALL tempat jualan baju atau makanan, tapi Mall yang menjual buku-buku yang
berhubungan dengan mata kuliah kita di Ushuluddin dan di IAIN dari seluruh
penerbit di penjurun dunia.
Huuu’’..itu
namanya toko buku, bukan Mall celetuk fathia yang mulai angkat bicara
“kalau
toko buku itu yang dijual bukunya terbatas, kalau Mall, semua ada..
Kami
seperti anak kecil, yang karena terlalu lama bermain menjadi kehausan, sehingga
dalam perjalanan pulang kerumah, tak henti-hentinya mengusir rasa haus yang
dengan cara itu justru membuat kami semakin haus.
***
Tuhan..apakah
Kau disana?
Ya..aku
yakin Kau disana, tak perlu aku berteriak memanggilMu..
Apakah
Kau akan mengizinkan impian itu terkabul? Atau itu hanya akan berhenti sebatas
bualan saja..?
Kini,
kami sudah tak lagi pulang bersama naik KPN, Rahman telah melanjutkan study ke
Al-azhar Mesir, sisanya teman-temanku yang laki-laki telah pindah ke Mendalo
karena asrama putra telah pindah ke Mendalo, aku sendiri telah membawa
kendaraan ke kampus, sisanya fathiya dan khatimah yang masih setia dengan KPN..
Kami
pun sudah tak lagi bermimpi dibawah matahari, kini impian itu telah mengambil
posisi sendiri di atas sana, disebelah Tuhan, menunggu jawaban apakah di terima
atau ditolak..
Akankah
Kau Kabulkan ya ALLAH? Yang tak sempat aku menulisnya..
Komentar
Posting Komentar